Wednesday, May 22, 2019

Get in Style with Styletheory



Haloo, 

Kali ini aku mau bahas per-baju-an lagi nih,  setelah seringnya bahas masalah per-hati-an.
Aku mau sharing tentang pengalaman aku dengan Styletheory. Setelah wara wiri lihat iklan Styletheory di feeds instagram, akhirnya ter-brainwash juga otak aku dengan platform fashion ini. Berbekal pengetahuan yang minim bahwa platform ini adalah platform rental baju, pada suatu pagi yang iseng aku register di apps Styletheory. Masukin alamat email, masukin nomor credit card, isi data ini itu, akhirnya resmi-lah tergabung dalam Styletheory. Seperti halnya kebiasaan perempuan yang suka impulsif, aku pun menyadari keputusan untuk register di Styletheory merupakan keputusan yang sedikit impulsif tanpa perhitungan cost benefit sebelumnya. 

Styletheory adalah fashion rental platform terbesar di Asia Tenggara. To be honest aku belum tau ada platform fashion rental lainnya sih. Berbekal uang registrasi sebesar Rp. 590.00, kita bisa langganan rental baju di Styletheory selama sebulan. Selain langganan per bulan, juga ada penawaran langganan per 3 bulan dan 6 bulan dengan biaya yang lebih murah tentunya. Setiap kali rental kita boleh pilih 3 baju yang kemudian akan mereka kirimkan dalam satu box besar. Selain untuk membayar rental, biaya berlangganan yang kita bayarkan sudah termasuk dengan biaya dry clean dan biaya kirim. Simple banget kan? ga pake mikir-mikir masalah ekspedisi, tinggal tunggu box nya datang ke rumah dan bisa langsung dipakai karena baju yang mereka kirimkan "ready to wear" alias sudah dicuci. 





Styletheory akan mendata profil kita, mulai dari ukuran badan, preferensi gaya berbusana, hingga preferensi berhijab atau tidak. Ketika mengisi data profil, semula aku memilih busana untuk kategori wear-hijab. Namun setelah browsing, koleksi baju dengan kategori wear-hijab tidak terlalu banyak dibanding koleksi never-wear-hijab. Lalu aku memutuskan untuk merubah profil menjadi never-wear-hijab melalui chat dengan costumer service, dan seketika langsung dibantu rubah profil oleh mereka. Pada mulanya aku sudah menyiapkan mental untuk berurusan dengan costumer service, maklum kadang-kadang sesuatu yang dirasa mudah bisa jadi sulit ketika berhubungan dengan customer service. Beyond my expectation, customer service-nya ramah dan sangat membantu, seperti ngobrol sama teman sendiri !!





box of happiness

Setelah browsing berujung bingung mau pilih baju yang mana, akhirnya aku putuskan 3 baju pertama yang akan aku rental dari styletheory. Aku upayakan pilih baju yang multifungsi, bisa di pakai ke kantor maupun jalan ke mall  karena sejujurnya aku belum yakin kapan baju-baju ini akan aku pakai, berhubung aku bekerja kantoran dan kesempatan untuk jalan - jalan hanyalah ketika weekend, itu pun kalau ga mager di rumah ^^ 





office look

nite out look

casual weekend look

 Ketika selesai rental, ke-tiga baju tersebut bisa kita kembalikan lagi dalam box  yang sama via kurir maupun langsung kembalikan di drop point (FX Sudirman).  Kalau masih dalam masa langganan, setelah baju -baju sudah diterima kembali oleh Styletheory, kita bisa pilih-pilih baju dan rental lagi loooh. So far menurut aku, sistem rental baju di Styletheory ini menguntungkan sekali untuk kamu yang kerja di dunia fashion atau dunia kreatif dimana kebebasan bereksperimen dalam berbusana merupakan hal yang lumrah, atau untuk kamu yang pekerjaannya menuntut untuk sering bertemu klien *kesan pertama harus impresif doong* atau untuk kamu yang sekedar suka foto OOTD. 

Rental di Styletheory juga cocok untuk kamu yang senang mengikuti trend, cepat bosan dalam berpakaian, atau yang suka ragu-ragu dalam membeli pakaian. Karena di Styletheory, kamu bisa beli baju yang sudah pernah kamu rental!  Ibaratnya kita bisa testdrive dulu baju nya sebelum membeli. 

Oki donki, thanks for reading
BRB mau pilih pilih baju lagi untuk box ke dua aku ^^
ciao bella !!





Wednesday, April 17, 2019

confession of an ordinary woman #2


assalamuallaikum ,,

hallo  !!


Setelah jeda lama dengan tulisan aku sebelumnya, akhirnya sesuai janji aku, aku putuskan untuk melanjutkan cerita aku tentang gimana aku berusaha "sehat" mentally

Seperti cerita aku sebelumnya, tahun 2018 aku banyak mengalami masa- masa down, walaupun ga akan aku pungkiri, Allah sangat baik kepada aku tahun lalu dengan melimpahkan banyak rejeki baru, pengalaman baru, teman baru. MasyaAllah. Tapi ketika ada yang salah dengan jiwa kamu, bahkan hal baik yang ada didepan mata kamu pun akan tertutupi dengan perasaan dan pikiran negatif. Begitulah kondisi yang aku jalani saat itu, hidup rasanya suram dan hopeless, sampai akhirnya di suatu titik aku sadar, aku ga mau begini terus tapi I cant help my self, I need help. 

Titik sadar bahwa diri ini membutuhkan bantuan mungkin berbeda-beda untuk setiap individu. Daya tahan mental setiap orang berbeda layaknya daya tahan perut masing-masing orang yang berbeda ketika makan sambel. Jadilah pribadi yang peka terhadap diri sendiri, baik apa yang kamu pikirkan dan rasakan di badan. It might send you a signalUntuk aku sendiri ada moment dimana aku tersadar aku butuh bantuan psikolog. 

#psikosomatis
psikosomatis secara sederhana bisa diartikan sakit di tubuh yang disebabkan oleh (sakit) pikiran. Salah satu hal yang membuat aku sadar kalau aku butuh bantuan adalah ketika berkali-kali aku merasakan badanku sakit setiap kali aku merasakan kesepian. 

ya, aku pernah merasakan kesepian,

ya, aku pernah menangis karena merasakan kesepian,

tapi kemudian aku mulai meringkuk dan merasakan badan yang sakit entah di area mana ketika aku menangis kesepian, disitulah aku merasa  "ini ga bener, ini salah, ga seharusnya badan aku sakit karena apa yang aku pikirkan dan rasakan". 

Perut aku juga sering kali terasa sakit ketika aku dalam masa-masa depresi. 

'Depresi' merupakan kata yang cukup kuat dibandingkan dengan kata 'Stress', tapi aku berani pakai kata depresi disini, karena memang hasil test MMPI yang sudah aku jalani menyebutkan aku depresi. 

#putus asa
Ada hari-hari dimana aku merasa sudah tidak ada gunanya lagi aku hidup dan sudah tidak ada lagi keinginan untuk hidup. Ada hari-hari dimana aku berpikir bahwa lebih baik aku mati saja. Ada hari-hari dimana aku ingin loncat dari Gojek yang aku tumpangi atau berharap kalau motor Gojek yang aku tumpangi tertabrak oleh mobil hingga menyebabkan aku celaka. Tapi Allah sayang sama aku, Alhamdulillah aku masih dikasi pikiran-pikiran waras untuk tetap bertahan bahkan masih bisa tersadar bahwa pikiran aku, keinginan aku, dan putus asa nya aku adalah salah. 

#menyalahkan orang lain dan keadaan
Masa-masa itu mungkin masa-masa yang berat ga cuma untuk aku tapi untuk orang disekitar aku. Aku menjadi orang yang demanding dan pemarah. Ketidaknyamanan yang aku rasakan terhadap diri sendiri berimbas kepada orang lain. Teman-teman harus menghadapi aku yang nagging akan perhatian mereka, aku yang sensitif, aku yang cranky tapi ga bisa di bilangin.  Aku menjadi individu yang ga bisa sendiri. Sering kali aku ngambek dan menyalahkan teman-teman kalau mereka ga available untuk aku. Aku juga sulit melihat sisi positif dari suatu keadaan. Menyalahkan orang lain dan keadaan jelas bukan attitude yang baik dalam hubungan apa pun, baik pertemanan, keluarga maupun dengan pasangan.

Berangkat dari tiga moment tersebut, aku membulatkan tekat untuk sembuh dan sehat secara mental. Aku pergi ke psikiater di RSCM Kencana, lalu berlanjut ke psikolog di rumah sakit yang sama. Dan ternyata, dari pengalaman aku, konseling psikologis itu cocok-cocokan layaknya kita konsultasi masalah kulit ke dokter muka. Jadi, selain ke RSCM Kencana, aku juga menjalani konseling ke salah satu hypnoterapis yang aku temukan di instagram. 

Proses konseling ini ga cuma 1-2 kali pertemuan saja. Aku harus bolak balik psikiater-psikolog-psikiater dan juga beberapa kali balik ke hypnoterapis. It is time, energy and money -consuming. Tapi waktu, energi dan harga yang harus aku korbankan ga seberapa karena diri aku lebih berharga untuk aku jaga, aku sayangi dan aku sehatkan. Semua aku lakukan karena aku mau sembuh, aku pingin sehat, aku pingin bahagia, dan ultimately aku pingin membahagiakan orang lain disekeliling aku.
aku pingin membahagiakan orang lain disekeliling aku
aku pingin membahagiakan orang lain disekeliling aku
aku pingin membahagiakan orang lain disekeliling aku

*berulang sampai empat kali karena satu kali saja tidak cukup untuk menggambarkan betapa aku pingin hidup aku bisa bermanfaat dan bikin orang disekeliling aku bahagia. 

Aku yakin, hari ini, hidup aku tidak banyak berubah dibanding saat yang sama satu tahun yang lalu. Tapi gimana aku menjalani hidup sudah berubah. Pengalaman menyembuhkan diri sendiri ini pelan-pelan merubah diri aku. 
Cengeng? ya jelas masih suka nangis, normal kan perempuan dikasi hati yang lebih peka.
Merundung? kalau soal hati ya kadang masih suka merundung hihi, tapi jauuuh lebih baik daripada sebelumnya. 
Sensitif? masih pun, tapi sekejap saja dan ga terlalu lama aku simpan dalam hati.  

Kok kayaknya masih belum positif-positif amat kalo masih cengeng, merundung dan sensitif? 
Ya aku kan manusia biasa, aku ga sempurna, dan inilah aku.

Inilah gimana caranya aku mulai mencintai diri sendiri dan bahagia dengan diri sendiri, dengan menerima diri sendiri apa adanya. Itulah kenapa aku ga mau berusaha sok kuat dengan tidak menangis, tidak merundung dan tidak sensitif, karena aku memang cengeng dan sensitif. Tapi aku belajar untuk tidak berlarut-larut dan tidak berlebihan. 

Acceptance and Balance adalah kata kunci yang aku pegang dalam proses "menyehatkan diri" ini. Ngomongin tentang kata-kunci, next time aku coba share juga ya kata-kunci apa yang aku pelajari selama aku konseling kemarin, siapa tau bisa menginspirasi dan cocok untuk diterapkan oleh kalian juga.

hope you find this writing useful,
then you've made my wish come true,
to live as a useful person

Love
Wulan







Sunday, December 23, 2018

confession of an ordinary woman

halo
assalamuallaikum,
apa kabar kalian semua?

Tahun 2018 sudah menjelang masa penghabisan nih, sudah masa-masa nya merefleksikan hidup sepanjang tahun 2018 kemarin. Untuk saya, banyak sekali yang harus saya refleksikan dan harus saya jadikan bahan renungan untuk perbaikan diri dimasa yang akan datang. Duh, seperti nya berat ya bahasan kali ini, tapi sharing is caring. Semoga apa yang akan aku tulis ini bisa bermanfaat bagi kalian yang membaca. ^^

Semakin bertambah usia, semakin banyak tantangan dalam hidup kita. Itu yang aku rasakan tahun 2018 ini. Berbagai alur kehidupan, naik-turun, cobaan-anugerah, senang-sedih, dapat terlalui selama 34 tahun hidup saya (iya betul usia saya 34 tahun).  Sebagian terlupakan, sebagian meninggalkan bekas, namun semua membentuk karakter saya saat ini.
Long story short, suatu hari pada bulan Maret saya merasakan saya ga sanggup lagi menghadapi keadaan yang ada di hidup saya pada saat itu. Saya merasakan perasan yang bercampur aduk yang membuat pikiran saya buntu, perasaan saya sungguh mellow dan sejujurnya saya sempat kehilangan semangat hidup. Setelah curhat dengan seorang sahabat, dia menyarankan saya untuk menemui psikolog. 

Bertemu dengan psikolog bukanlah hal baru bagi saya. Pengalaman pertama saya menjalani konseling dengan psikolog ketika semester akhir masa pendidikan di Australia beberapa tahun lalu. Ketika itu saya merasa stress dan tidak termotivasi karena ada nya masalah pribadi (ya oke saya jujur, waktu itu saya patah hati :D) yang akhirnya membuat kinerja saya di sekolah menurun drastis. Staf student center pada saat itu menyarankan saya untuk konseling  ke psikolog. Yang saya sadari ketika saya bertemu dengan konselor adalah saya bisa menceritakan segala hal yang saya rasakan. Sejujur-jujurnya menumpahkan segala hal yang saya pikirkan dan saya rasakan. Bahkan kisah yang sama yang saya curhatkan kepada teman, saya ceritakan kembali kepada konselor sembari bercucuran air mata. Karena tidak ada hal yang saya tutupi dan perasaan yang harus saya sembunyikan layaknya kalau di depan teman. Tidak ada jaim-jaiman.

Menuruti saran dari sahabat saya dan berkaca pada pengalaman konseling saya sebelumnya, saya memutuskan datang ke psikolog di RSCM Kencana. Pertama kali saya ditangani oleh psikiater, karena sebelum bertemu psikolog, seorang pasien harus mendapat rekomendasi dari psikiater. Saya menjalani beberapa pertemuan dan sesi konseling baik dengan psikiater dan psikolog. Saya juga menjalani test MMPI dan sesi brainspotting. Test MMPI atau Minnesota Multiphasic Personality Inventory adalah tes psikometri yang digunakan untuk mengukur psikopatologi orang dewasa. Dalam test MMPI ini saya harus menjawab sebanyak 567 pertanyaan terkait dengan sosial, moral, agama dan budaya. Sementara brainspotting adalah tehnik terapi yang langsung mengakses subkortek, memori bawah sadar, sehingga lebih cepat untuk mengatasi trauma, pengalaman negatif, emosi negatif, dan pengalaman yang tidak nyaman. 

Jujur saja, tidak semua orang mendukung ketika saya bercerita tentang sesi konseling yang saya jalani. Untuk yang tidak mendukung, mereka menganggap kalau saya lemah ataupun lebay dalam menyikapi hidup. Tapi alasan kuat saya untuk menyehatkan mental saya adalah karena saya sadar saya tidak hidup sendiri. Jiwa saya yang tidak kuat dan tidak positif ini jelas berdampak kepada orang-orang disekitar saya. Saya menjadi pribadi yang pemarah, saya tidak bersemangat sehingga kerja di kantor menurun, dan saya menjadi sosok yang demanding yang takut bila harus sendiri. Bukankah ketika seseorang merupakan pribadi yang utuh dan sehat, dia akan bisa memberi energi positif kepada lingkungan sekitarnya? Itulah tujuan hidup saya, saya hanya ingin menjadi orang yang bermanfaat dan positif bagi orang lain. Saya ingin menjadi teman yang tidak demanding, pasangan yang pengertian, ibu yang penuh kasih sayang untuk keluarga saya kelak, atasan yang menginspirasi anak buah, intinya memperlakukan setiap orang dengan baik apapun peran saya dalam hidup ini. Dan saya juga percaya, ketika seorang pribadi utuh dan sehat, akan banyak welas-asih dan kasih-sayang di dalam dirinya yang bisa ia bagikan keorang lain. 
In this crazy life, don't we all need more care and love?

This is a confession of an ordinary woman.
Tulisan ini merupakan pengakuan yang ga mudah,apalagi berbagai penilaian orang terkait psikolog dan mental health tidak selalu positif. 
Sudah lama sebenarnya saya ingin berbagi tentang hal ini, 
dan sekarang yang ingin saya sampaikan adalah it's ok not to be ok. 
Kalau kamu merasa sendirian dan butuh dukungan, 
carilah teman baik atau keluarga yang bisa memahami keadaan kamu,
carilah ahli yang bisa membantu kamu memecahkan masalah kamu. 
Kalau kamu punya teman yang sepertinya butuh bantuan dan dukungan, 
be gentle to them, they might be struggling  inside.


Last but not least, when everything seems so hard,
you always have your God that will never let you alone.
sebaik-baiknya pelarian adalah ibadah

salam
Wulan


ps: insyallah saya akan cerita lagi lebih lanjut dan lebih detail tentang pengalaman saya terkait mental health ini ya ^^